Hukum Adat merupakan hukum yang hidup
dan berkembang dalam masyarakat adat karena merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari dinamika masyarakat adat. Hukum adat berbeda dengan
adat istiadat, yang dinamakan hukum adat harus mengandung sanksi
tertentu, baik berupa sanksi fisik maupun denda lainnya. Dimana-mana
diseluruh Indonesia orang mulai ramai membicarakan eksistensi hukum adat
dan manfaatnya bagi kehidupan masyarakat adat.
Hal
ini membuat pemerintah mulai mengambil berbagai kebijakan terkait
dengan hukum adat. Persoalan yang muncul terkait dengan ketaatan
masyarakat terhadap hukum adat adalah Hukum adat kadang-kadang hanya
dipandang sebagai bagian dari sistem hukum di Indonesia, tetapi
penghargaan terhadap eksistensinya semakin luntur akibat kurang adanya
perhatian dari pemerintah dan juga kepedulian dari masyarakat adat
terutama generasi muda yang terpengaruh dengan budaya lain atau
perkembangan masyarakat yang mengglobal (mendunia). Pada hal kini
orang mulai mencari-cari akar budayanya untuk membangun bangsa dan
negara. Contoh Jepang dan Korea Selatan yang maju dan modern tanpa
meninggalkan adat dan hukum adat mereka.
Perkembangan
terakhir ini memperlihatkan bahwa, fungsi dan peran hukum adat di dalam
masyarakat adat, menjadi agak kendor, sehingga dapat dikatakan
menjadi kurang berdaya menghadapi berbagai kebijakan pemerintah yang
lebih berorientasi pada pembangunan dan pengembangan ekonomi sehingga
mengabaikan prinsip-prinsip dasar dari sebuah persekutuan hukum yang
sudah lama mapan, sering terabaikan.
Hukum
adat adalah hukum yang sebagian besar tidak tertulis dan merupakan
asas-asas atau prinsip-prinsip yang tumbuh dan berkembang dalam
masyarakat adat, untuk mengatur hubungan-hubungan antar anggota
masyarakat dalam suatu pergaulan hidup.
Hukum
adat adalah bagian dari hukum yang berasal dari adat istiadat yakni
kaidah-kaidah sosial yang dibuat dan dipertahankan oleh para
fungsionaris hukum (penguasa yang berwibawa) dan berlaku serta
dimaksudkan untuk mengatur hubungan-hubungan hukum dalam masyarakat
Indonesia.
Menurut van Vollenhoven, untuk terbentuknya hukum adat janganlah menggunakan suatu teori, tetapi haruslah melihat kenyataan. Ter Haar Bzn
mengatakan bahwa hukum adat yang berlaku hanya dapat dilihat dari
petugas hukum seperti kepala adat, hakim adat, rapat adat dan perabot
desa melalui suatu penetapan hukum. Logeman, mengatakan peraturan itu dikatakan sebagai hukum dilihat dari aspek sanksinya. Soepomo mengatakan bahwa hukum adat adalah peraturan mengenai tingkah laku manusia.
Di
dalam masyarakat hukum adat yang merupakan suatu bentuk kehidupan
bersama yang warga-warganya hidup bersama untuk jangka waktu yang cukup
lama, sehingga menghasilkan kebudayaan. Ternyata kebudayaan itu ada dan
terlihat pada struktur-struktur yang secara tradisional diakui untuk
mengatur tatanan kehidupan masyarakat.
Menurut Hasairin,
masyarakat hukum adat seperti desa di Jawa, marga di Sumatera, manua di
Sulawesi Selatan, Nagari di Minangkabau, Kuria di Tapanuli adalah
kesatuan kemasyarakatan yang mempunyai kelengkapan-kelengkapan untuk
sanggup berdiri sendiri yaitu mempunyai kesatuan hukum, kesatuan
penguasa, dan kesatuan lingkungan hidup berdasarkan hak bersama atas
tanah dan air bagi semua anggotanya. Bentuk kekeluargaannya
(patrilineal, matrilineal atau bilateral) mempengaruhi sistem
pemerintahannya terutama berlandaskan atas pertanian, peternakan,
perikanan, dan pemungutan hasil hutan dan hasil air ditambah sedikit
dengan perburuan binatang liar, pertambangan dan kerajinan tangan, semua
anggotanya sama dalam hak dan kewajibannya. Penghidupan mereka berciri
komunal, dimana gotong-royong, tolong-menolong, sangat terasa dan
semakin mempunyai peran yang besar.
Tanda-tanda
yang dapat dipergunakan untuk melihat apakah masyarakat masih
menggunakan hukum adat atau tidak adalah sebagai berikut :
- Didalam masyarakat tersebut ada aturan-aturan normatif, rumusan-rumusan dalam bentuk peribahasa atau asas-asas hukum yang tidak tertulis.
- Ada keteraturan di dalam melaksanakan rumusan-rumusan dalam bentuk peribahasa atau asas-asas hukum yang tidak tertulis tersebut melalui keputusan-keputusan kepala adat, musyawarah adat masyarakat adat setempat (keputusan dewan adat).
- Ada proses atau tata cara yang diakui masyarakat tentang penyelesaian suatu masalah khususnya suatu sengketa.
- Ada pengenaan sanksi maupun paksaan terhadap pelanggaran aturan-aturan normatif tersebut pada butir 1 diatas.
- Ada lembaga-lembaga khusus dibidang sosial, ekonomi maupun politik.
Sebenarnya
negara atau pemerintah bukan sekedar meminta persetujuan atau
kesepakatan, tetapi lebih dari itu harus memberikan akses yang luas
kepada masyarakat adat untuk dapat berpartisipasi dalam proses
pembangunan, sehingga mereka tidak termarjinalisasi (terpinggirkan).
Masyarakat
adat sebagai bagian dari struktur pemerintahan negara pada umumnya,
harus diposisikan sebagai bagian integral dalam proses pembangunan.
Artinya partisipasi aktif masyarakat harus direspons secara positif oleh
pemerintah sebagai pengambil kebijakan dan keputusan-keputusan politik
maupun hukum. Masyarakat adat jangan dibangun berdasarkan kemauan
pemerintah semata-mata, tetapi harus diberikan kebebasan untuk berkreasi
sesuai potensi yang dimiliki, sehingga ada keseimbangan. Kebijakan
pembangunan harus integrated (terpadu) dengan tetap berbasis pada
masyarakat adat yang mempunyai hukum adat, sebagai bagian dari sistem
hukum nasional yang patut diakui eksistensinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar